Selasa, 02 Desember 2014

DAMPAK HANDPHONE BAGI PELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Pada saat ini, banyak anak muda yang menggunakan barang elektronik yang sudah canggih. Salah satunya adalah HandPhone(HP), yang sering kita gunakan untuk alat berkomunikasi. HandPhone yang kita gunakan umumnya digunakan untuk berkomunikasi, tapi tidakkah anda tau bahwa anak muda sering menyalah gunakannya,yaitu untuk melihat hal-hal yang semestinya tidak patut mereka lihat apalagi sebagai pelajar. Bayangkan jika para pelajar melihat hal-hal seperti itu. Sekalipun belum ada pembuktian secara akademis, bahwa maraknya peristiwa penyimpangan seksual dan pernikahan dini saat ini adalah didorong oleh penyalah gunaan tekologi seperti situs porno di HP. Rancangan Undang-Undang agar pelajar tidak diperbolehkan membawa handphone diperbincangkan di mana-mana. Perilaku pelajar dewasa ini semakin menjadi-jadi.
Tak sedikit pelajar yang ketahuan menyimpan video dan foto yang tidak senonoh di handphone. Belum lagi, handphone juga digunakan untuk tukar-tukanran jawaban ujian. Sebagaimana perkembangan zaman yang modern , saya melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh HP saat ini bagi pelajar di Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah dampak penggunaan HP yang sudah berlebihan bagi pelajar dapat mengurangi prestasi belajar.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh HP saat ini bagi pelajar di Indonesia.
1.4 MANFAAT
Ada 2 manfaat yang dapat kita peroleh:
1)Manfaat umum meliputi:
Dampak Positif
1. Mempermudah komunikasi.
2. Menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi.
3. Memperluas jaringan persahabatan.
Dampak Negatif :
1. Mengganggu Perkembangan Anak :
Dengan canggihnya fitur-fitur yang tersedia di hand phone (HP) seperti : kamera, permainan (games) akan mengganggu siswa dalam menerima pelajaran di sekolah? Tidak jarang mereka disibukkan dengan menerima panggilan, sms, miscall dari teman mereka bahkan dari keluarga mereka sendiri. Lebih parah lagi ada yang menggunakan HP untuk mencontek (curang) dalam ulangan. Bermain game saat guru menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan akan menjadi budak teknologi.
2. Efek radiasi
Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif penggunaannya. penggunaan HP juga berakibat buruk terhadap kesehatan, ada baiknya siswa lebih hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan atau memilih HP, khususnya bagi pelajar anak-anak. Jika memang tidak terlalu diperlukan, sebaiknya anak-anak jangan dulu diberi kesempatan menggunakan HP secara permanen.
3. Rawan terhadap tindak kejahatan.
Ingat, pelajar merupakan salah satu target utama dari pada penjahat.

4. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku siswa.
Jika tidak ada kontrol dari guru dan orang tua. HP bisa digunakan untuk menyebarkan gambar-gambar yang mengandung unsur porno dan sebagainya yang sama sekali tidak layak dilihat seorang pelajar.
5. Pemborosan
Dengan mempunyai HP, maka pengeluaran kita akan bertambah, apalagi kalau HP hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat maka hanya akan menjadi pemborosan yang saja.
2)Manfaat khusus meliputi:
1. Mempermudah komunikasi
2. Mengetahui perkembangan teknologi

2.1 KAJIAN PUSTAKA
Maria Ulfa menilai negative pelajar yang melakukan penyimpangan tersebut. Ia mengakui, penyimpangan tersebut memang sering terjadi, namun tergantung invidu masing-masing menyikapinya. Fauqal setuju. Menurutnya, penyimpangan ini tergantung orangnya, mau digunakan untuk hal yang positif atau negative. “TIdak semua pelajar yang menyimpan foto atau video porno di handphone-nya.” Rahmadanil Akbar, Dirga Pryono Putra, dan Arif Firmansyah memandang penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja. Melisa lain lagi. Pendapatnya, penyimpangan ini terjadi karena ketidakmampuan remaja dalam menghadapi perkembangan teknologi sebagai hal yang positif.
(Monica Florida Johan/ SMA N 14 Padang, Oktorilla Fiskasianita/ SMA N 2 Padang)
3.1 METODE PENELITIAN


a) METODE PENELITIAN
 Metode yang saya lakukan sebagai berikut:
1)Dengan pulsa Rp 5.000,00 dan menggunakannya pada waktu belajar.
2)Melihat dan membaca berita di TV ataupun koran.
 1.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Matahari Pondok Teratai Sooko Kabupaten Mojokerto pada 15 November 2008.
1.1 Penilaian
Penilaian ini dilaksanakan dengan menggunakan instrumen. Kriteria keberhasilan 25%. Diharapkan penilaian mendapatkan hasil maksimal, dan hasil analisis data ini di deskripsikan sebagai berikut:
90 – 100 = baik sekali
75 – 89 = baik
60 – 74 = cukup
45 – 59 = kurang
b) HASIL PENELITIAN
 3.1 Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan hasil analisis data skor kemampuan tidak sesuai dengan yang diharapkan, 2 anggota yang telah diteliti kurang memuaskan(15%), sedangkan 3 anggota yang lain mendapatkan hasil yang memuaskan(10%). Jadi, skor yang diperoleh adalah 45.


4.1 PENUTUP
a) Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa”Perkembagan teknologi sekarang yang cukup mdern dapat mempengaruhi dunia pendidikan di Indonesia. Maraknya HP sekarang juga sudah merusak akhlak pelajar di negeri kita rusak” .
b) Saran
 Berdasarkan hasil penelitian diatas disarankan bahwa,"Menggunakan HP lebih baik tidak pada waktu belajar dan jauhilah anak yang suka melihat dan menggunakan HP dengan tidak seharusnya/semestinya."

 

DAFTAR PUSTAKA
Monica Florida Johan/ SMA N 14 Padang, Oktorilla Fiskasianita/ SMA N 2 Padang

Ensiklopedia Populer Anak.1999.Buku.Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve

BUDAYA CLUBBING DI INDONESIA DIKALANGAN MAHASISWA

1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan itu merupakan aset negara. Tetapi di ero globalisasi sekarang ini, banyak sekali budaya asing yang masuk ke Indonesia, salah satunya yaitu budaya clubbing. Clubbing sudah sangat identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi, bahkan melakukan lobi bisnis. Dulu clubbing selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dapat membuat orang larut dalam suasana. Seiring perkembangan zaman, clubbing mengalami banyak pergeseran karena tidak semua orang suka musik semacam itu. Pada hakikatnya suasana yang hingar bingar bukan lagi daya tarik utama.
Mayoritas para clubbers adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik. Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek, properti, kendaraan, hingga perangkat clubbing itu sendiri.
Hal-hal yang telah di uraikan di atas menurut penulis sangat menarik sehingga penulis akan mengangkat makalah “BUDAYA CLUBBING DI INDONESIA DIKALANGAN MAHASISWAsebagai tugas softskill mata kuliah perilaku konsumen.


1.2 Rumusan Masalah
Dengan menimbang latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
  • Apa itu clubbing ?
  • Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi clubbing ?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
  • Mengetahui pengertian clubbing
  • Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi clubbing
1.4 Pembatasan Masalah
Dalam makalah ini penulis hanya menanggapi budaya clubbing di Indonesia.
1.5 Kegunaan Penelitian
  1. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk merealisasikan pengetahuannya tentang clubbing khususnya di Indonesia.
  2. Memberikan pemahaman tentang dunia clubbing kepada orang awam yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang itu.












Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Clubbing
Clubbing, sebuah kata kerja yang berasal dari kata Club, yang berarti pergi ke klub-klub pada akhir pekan untuk mendengarkan musik (biasanya bukan musik hidup) di akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dan semua beban ritual sehari-hari. Di Indonesia, clubbing sering juga disebut dugem, dunia gemerlap, karena tidak lepas dari kilatan lampu disko yang gemerlap dan dentuman music techno yang dimainkan oleh para DJ handal yang terkadang datang dari luar negeri.
Clubbing tidaklah merupakan hal yang meresahkan sampai kita mendengar istilah-istilah “tripping 100 jam”,“pump up your sex with ecstasy”, sampai “get the best your orgasm with ecstasy”. Kita tidak akan membicarakan para junkie atau pecandu putaw yang nyolong dan malak karena gak punya duit saat sakaw (karena secara fisik ecstasytidaklah bersifat adiksi) atau para pelacur jalanan yang terpaksa melacur karena kebutuhan ekonomi. Yang akan kita bahas adalah para eksekutif yang secara materi tidak pernah kekurang tapi selalu menghabiskan akhir pekan mulai dari jumat malam sampai senin pagi di lantai diskotik, juga para wanita mulai dari ibu-ibu sampai anak sekolah yang asyik gedek-gedek dan dengan santainya melakukan one night stand (aktifitas seks sekali pakai dan terlupakan).
Klub-klub malam menjadi ajang narkoba, seks bebas dan pelarian sepanjang malam di akhir pekan. Sarang hedonisme dan pesta seks bercahaya neon (atau bahkan tanpa cahaya sama sekalil!). Sebuah tempat di mana golongan kaya bergesekan dengan kalangan yang lebih merakyat. Bagian terselubung dari sebuah kota yang korup dan terus berhentak, serta memiliki pengaruh yang melampaui batas-batas Indonesia.
Kultur disko/clubbing lahir pada akhir dekade 80-an di Eropa. Kemajuan dalam teknologi suara sintetis dan narkoba melahirkan music techno/house dan budaya ekstasi. Klub-klub di Ibiza, Italia dan London menjadi surga berdenyut musik elektronika. Tahun 1988 dijuluki summer of love kedua di London. Jika dekade 60-an memiliki psychedelic era dan acid rock, yang memunculkan mariyuana dan LSD sebagai primadonanya, serta punk rock pada dekade 70-an dengan heroin sebagai makanan sehari-hari, maka terjadi pergolakan baru dalam kultur kawula muda pada dekade 80-an. Sebuah scenebaru muncul dengan fondasi musik elektronik, serta membuat takut para politikus dan ortang tua. Pesta dansa ilegal merebak dan ekstasi menjadi narkoba pilihan di dunia baru ini. Scene ini mulai keluar dari bawah tanah pada dekade 90-an. Seiring dengan bertambahnya popularitas, musik ini juga berevolusi – dari house ke trance, lalu hardcorejungle,progressive dan drum & bass.
Budaya clubbing baru ini mulai mewabah ke seluruh dunia. Amerika Serikat tampaknya kurang menyambut musik ini dan tetap setia dengan band rock kuno, grungerapR&B, serta hip-hop. Namun musik house serasa menemukan rumah baru di Indonesia. Kecenderungan masyarakat Indonesia ke arah hedonisme komunal, serta ikatan batin dengan Belanda berkat masa penjajahan (yang melahirkan hubungan dengan pusat produksi obat terlarang di Amsterdam) menjadi penyebabnya. Sekitar tahun 1995, muncullah summer of love ala Batavia. Negara ini dibanjiri oleh pil-pil setan, dan klub-klub yang sebelumnya lebih kalem dipenuhi oleh orang-orang teler dan kegirangan, yang menikmati musik baru ini. Semuanya ini terjadi sebelum krismon, di mana Soeharto masih berkuasa dan Indonesia masih merupakan “Macan Asia”. Tempat klub-klub ini menghasilkan rupiah yang berlimpah, dan tempat-tempat hiburan yang lebih mewah dibangun.
Pada suatu ketika, produser musik dangdut menciptakan musik house Asia versi mereka sendiri, yang cenderung lebih nge-pop. Musik ini lebih menyerupai musik techno gadungan yang menyedihkan, namun dapat disimak di banyak klub-klub terkemuka di Jakarta saat ini. Di sini, para ABG yang kenyang ekstasi bergoyang diiringi musik anak-anak alahouse dangdut yang bertempo terlalu tinggi. Tapi musik techno dan trance Eropa yang bermutu masih dapat ditemukan di berbagai klub di seputar kota.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Clubbing
Kaum clubbers secara logis dalam konteks ini adalah kaum plagiator yang mengimpor secara mentah-mentah gaya hidup dunia barat kedalam kehidupan sosial mereka. Di kalangan para clubbers, ada tiga narasi yang selalu melandasi cara pandang dan perilakunya, yakni gaul, funcy, dan happy dimana kesemuanya berlabuh pada satu narasi besar (grand naration) yakni gensi. Tidak jelas siapa yang mulai melontarkan dan mempopulerkan istilah tersebut, disini Perdana (2004) dalam bukunya yang berjudul “Dugem : ekspresi cinta, seks, dan jati diri” menjelaskan wujud ekspresi dari ketiga narasi tersebut. Hal tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda melakukan clubbing.

Adapun faktor-faktornya adalah:

A. “Gaul”, istilah “gaul” berasal dari kata baku “bergaul” atau “pergaulan” yaitu sebuah sistem sosial yang terbentuk melalui interaksi, komunikasi dan kontak sosial yang melibatkan lebih dari satu orang. Akan tetapi dalam komunitas clubbing, istilah “gaul” bukan lagi menjadi “media sosialisasi” untuk melengkapi fitrah kemanusiaannya, melainkan kebanyakan telah menjadi “ajang pelampiasan hawa nafsu”.
Kebanyakan bentuk “gaul” ini justru menjadi pintu gerbang bagi lahirnya generasi-generasi penganut seks bebas, pecandu narkoba, hingga pelacuran dan penjahat sosial.

B. Funcy, istilah funcy secara aksiologis tanpa memperdebatkan wacana epitemologisnya, istilah funcy selalu berlekatan dengan istilah “gaul”. Pemaknaan funcy selalu dipertautkan dengan bentuk-bentuk eksperimentasi yang tanpa landasan argumentasi yang jelas, sekedar mencari sensasi dan pelampiasan emosi-emosi jiwa yang tidak terkendali. Ini bisa dilihat dari hasil eksperimentasi mereka dalam hal kostum, kendaraan, fisik dan gaya hidup.

C. Happy, istilah happy berasal dari bahasa inggris yang berarti bahagia, selalu bahagia. Dengan “bergaul”, berinteraksi dan membaur dalam warna komunitas “bergaul”nya, kaum remaja merasa menemukan jati diri yang tepat dengan selera dan jiwa mudanya daripada apa yang didapatkan dari lingkungan keluarga. Mereka merasa menemukan kebahagiaan sejati disini yaitu bebas berbuat apa saja, banyak teman, termasuk bebas menyalurkan gelora libido seksualnya. Namun kebahagiaan yang mereka dapatkan adalah kebahagiaan semu.
Clubbing merupakan salah satu gaya hidup di zaman sekarang yang merupakan hasil adopsi dari negara-negara barat. Seseorang melakukan clubbing ada kemungkinan besar karena terinspirasi akan kehidupan para selebritis, orang-orang terkenal, orang-orang yang bekerja di bidang intertainmen dalam memperoleh kesenangan. Clubbing dipandang oleh individu sebagai gaya hidup yang modern. Piliang (2006) menyatakan bahwa individu dalam mengikuti gaya hidup modern dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu berhubungan dengan minat dan dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai dengan perasaan hati. Selain itu, faktor intern individu melakukan clubbing dipengaruhi sikap. Sikap lebih cenderung berhubungan dengan kepribadian individu dalam menentukan suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya (Piliang, 2006).Dilanjutkan oleh Piliang (2006) bahwa faktor ektern merupakan faktor di luar individu yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ekstern ini dibedakan atas faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan keluarga yang kurang harmonis berdampak pada anggota keluarga untuk mencari kesenangan di luar rumah dan clubbing merupakan satu pilihan untuk mencari kesenangan tersebut.
Adapun faktor lingkungan sosial merupakan faktor sosial individu dalam kegiatannya sehari-hari. Individu yang memiliki sifat tidak tetap pendiriannya akan mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan sosial, di mana individu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Apabila lingkungan sosial cenderunng dalam kehidupan clubbing, maka ada kemungkinan besar individu tersebut juga masuk dalam lingkungan yang menyenangi gaya hidup clubbing.










Bab III
Penutup
3.1       Kesimpulan
Dalam makalah ini penulis mengambil kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu;
  • Clubbing merupakan istilah prokem khas anak muda yang berarti suatu dunia malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sesaat.
  • faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda untuk melakukan clubbing adalah faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang berasal dari individu berhubungan dengan minat, motivasi, dan sikap (untuk hidup funcy dan happy). Adapun faktor ekstern berasal dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (berhubungan dengan pergaulan individu).

3.2       Saran
Setiap orang pasti ingin mencoba hal-hal yang baru tetapi kita harus bisa memilih-milih mana yang sesuai dengan kebudayaan kita atau tidak agar kita tidak terjebak dalam pergaulan yang salah.








DAFTAR PUSTAKA

Perdana, D. 2004. Dugem:Ekspresi Cinta, Seks, dan Jati diri.Yogyakarta :Diva Press
Piliang, Y.A.2005. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Yogyakarta : Jalasutra.